Menyoal Perusahaan Grup Penyiaran

umm.ac.id

umm.ac.id

Het recht hinkt achter de feiten aan, sebuah adagium hukum yang mengatakan bahwa hukum selalu berjalan dibelakang perkembangan masyarakat. Kalimat tersebut benar-benar dapat menggambarkan keadaan problematika hukum perseroan khususnya persoalan perusahaan grup. Dalam perkembangan tatanan ekonomi dalam korporasi, perusahaan grup sudah menjadi hal yang lumrah dilakukan para pegiat usaha, demi maksimalnya upaya mendulang keuntungan. Adakalanya bisnis dari suatu perusahaan sudah sedemikan besar dan melebar sehingga perusahaan itu sendiri perlu dipecah-pecah menurut penggolongan bisnisnya.[1] Berbagai alasan pembentukkan atau pengembangan perusahaan grup di Indonesia dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu upaya pelaku usaha untuk mengakomodasi ketentuan dalam suatu peraturan perundang-undangan dan kepentingan ekonomi perusahaan grup.[2]

Adakalanya bisnis dari suatu perusahaan sudah sedemikan besar dan melebar sehingga perusahaan itu sendiri perlu dipecah-pecah menurut penggolongan bisnisnya.

Kepentingan ekonomi yang begitu besar memang memaksa Indonesia secara de facto mengakui eksistensi perusahaan grup, walaupun secara de jure tidak disebutkan secara tegas legalitasnya. Besarnya kepentingan ekonomi hingga banyak yang memandang perusahaan grup sebagai sebuah konglomerasi. Sebagaimana yang dijelaskan oleh Christianto Wibisono bahwa konglomerasi sebagai suatu bentuk usaha yang merupakan penggabungan atas pengelompokan dua atau lebih perusahaan yang bergerak dalam berbagai kegiatan, bisa secara vertikal maupun secara horizontal.[3] Dapat dipahami dari hal tersebut bahwa cangkupan dari perusahaan grup dapat dari jenis bisnis yang sama maupun jenis bisnis yang berbeda.

jobsmnc.co.id

jobsmnc.co.id

Dunia penyiaran pun tidak lepas dari mengguritanya praktik perusahaan grup. Penyiaran yang menggunakan spektrum frekuensi radio adalah sumber daya alam yang terbatas dan menyangkut hajat hidup orang banyak,[4] sehingga merupakan lahan strategis untuk dijadikan lini bisnis bagi perusahaan-perusahaan swasta. Arus informasi yang menjadi sangat penting dalam era globalisasi telah menjadi komoditas yang sangat menguntungkan, karena sangat dibutuhkan dalam kehidupan bermasyarakat. Oleh karena itu tidak mengherankan jika muncul banyak perusahaan grup yang menjamah stasiun penyiaran di Indonesia.

spektrum frekuensi radio adalah sumber daya alam yang terbatas dan menyangkut hajat hidup orang banyak

Perusahaan grup penyiaran yang paling mudah terlihat pada umumnya pada penyiaran televisi. Setidaknya saat ini telah terbentuk tiga perusahaan grup yang merajai penyiaran televisi di Indonesia:[5]

  1. PT Media Nusantara Citra, Tbk (MNC) yang dimiliki Hary Tanoesoedibjo yang membawahi RCTI (PT Rajawali Citra Televisi Indonesia), TPI (PT Cipta Televisi Pendidikan Indonesia) saat ini menjadi telah diubah menjadi MNC TV, dan Global TV (PT Global Informasi Bermutu);
  2. PT Bakrie Brothers (Group Bakrie) yang dipimpin oleh Anindya N. Bakrie dan Aburizal Bakrie membawahi ANTV (PT Cakrawala Andalas Televisi) yang kini berbagi saham dengan STAR TV (News Corps., menguasai 20% saham) dan Lativi (PT Lativi Media Karya);
  3. PT Trans Corpora (Grup Para) yang membawahi Trans TV (PT Televisi Transformasi Indonesia) dan Trans-7 (PT Duta Visual Nusantara Tivi Tujuh).

Ketiga televisi swasta lainnya, yakni SCTV, Metro TV dan Indosiar, berdiri sebagai perusahaan sendiri, bahkan saat ini, SCTV dan Indosiar dalam proses evaluasi untuk merger dalam grup Surya Citra Media.[6] Dari penjabaran tersebut dapat dilihat bahwa PT MNC Tbk. adalah perusahaan grup dengan jumlah kepemilikan stasiun televisi terbanyak dan itu belum termasuk media-media atau bidang usaha selain stasiun televisi. Telebih dalam ketiga stasiun televisi yang dimiliki oleh PT MNC Tbk saham yang dimiliki persentasenya melebihi angka 50%,[7] sehingga sebagai pemegang saham mayoritas PT MNC Tbk jelas memiliki pengaruh yang sangat besar dalam penyelenggaraan perusahaan.

PT MNC Tbk. adalah perusahaan grup dengan jumlah kepemilikan stasiun televisi terbanyak dan itu belum termasuk media-media atau bidang usaha selain stasiun televisi.

usa-corporate.com

usa-corporate.com

Permasalahan yang muncul ketika media penyiaran khususnya televisi menjadi sentralistik pada satu orang atau kelompok, maka akan mudah sekali untuk melakukan penyeragaman isu atau bahkan penggiringan opini publik. Sebagaimana yang dijelaskan dalam Putusan Mahkamah Konstitusi ketika memutus Pengujian Undang-Undang tentang Penyiaran bahwa penguasaan Izin Penyelenggaraan Penyiaran (IPP) yang terpusat pada suatu badan hukum atau perorangan harus dihindari, karena hal ini dapat menimbulkan terjadinya monopoli informasi dan berpotensi menciptakan pengendalian opini publik oleh pihak tertentu.[8]

Oleh karena itu menjadi pertanyaan besar kemudian apakah Perusahaan Grup dalam bidang penyiaran menjadi sebuah hal legal? Bagaimanakah ketentuannya dalam peraturan perundang-undangan terkait? Bagaimanapun ketentuan hukum di Indonesia harus menjadi panglima sehingga tidak disetir oleh kepentingan segelintir kelompok. Sebagaimana yang ditegaskan dalam sebuah adagium hukum inde datae leges ne fortior omnia posset, yang artinya hukum dibuat jika tidak maka orang yang kuat akan mempunyai kekuasaan tidak terbatas.


[1]     Munir Fuady, 2008, Hukum Perusahaan Dalam Paradigma Hukum Bisnis, Citra Aditya Bakti, Bandung, hlm. 85.

[2]     Sulistiowati, 2010, Aspek Hukum dan Realitas Bisnis Perusahaan Grup di Indonesia, Erlangga, Jakarta, hlm. 1.

[3]     Marcel Go, 1992, Manajemen Group Bisnis, Rineka Cipta, Jakarta, hlm. 5.

[4]     Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-IX/2011 perihal Pengujian Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 32 Tahun 2002 tentang Penyiaran terhadap Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945, 20 Oktober 2012.

[5]     Veronika Kusuma, “Konglomerasi Media dalam Grup MNC (Media Nusantara Citra)”, http://fordiletante.wordpres s.com/2008/01/29/konglomerasi-media-dalam-grup-mnc-media-nusantara-citra/, diakses 9 Desember 2012.

[6]     Ibid.

[7]     Lebih lanjut lihat Laporan Keuangan Konsolidasian 30 September 2012 dan 31 Desember 2011 PT Media Nusantara Citra Tbk.

[8]     Putusan Mahkamah Konstitusi Nomor 78/PUU-IX/2011, Op.cit.

Leave a comment