Sulap Mak Tien

traditional kitchen by wisnuwibowo d31f2g0

traditional kitchen by wisnuwibowo d31f2g0

Dapur mengepul pada sepertiga malam, aromanya lembut membangunkan ayam untuk mematuk rezeki yang lelap. Namanya Agustin, biasa disapa Mak Tien. Ia selalu memaksa mata terjaga, menyambung tahajud dan shubuh dengan memasak.

Tangannya mulai berkeriput melawan cipratan minyak goreng. Sudah dua puluh tahun Mak Tien ditinggal pergi suaminya. Tak ada lagi yang merangkul tangan itu selain gagang wajan dan pisau dapur.

Mak Tien selalu memasak dalam porsi besar. Untuk dirinya sendiri dan anak-anak sekolah  di desa yang sarapannya tak menggugah, jajannya tak seberapa. Merekalah anak-anak Mak Tien. Tiga tahun perkawinan Mak Tien tidak dikaruniai anak kandung. Walau mantan suaminya kini sudah menggandeng anak-anak dari selingkuhannya.

Olahan Mak Tien khas dibungkus daun pisang. Nasi, tahu, tempe, telur apa saja yang dijual murah di pasar disulap Mak Tien menjadi bekal anak-anak. Ada satu lagi sulap Mak Tien, senyum anak-anak sekolah kurang mampu itu sudah dua puluh tahun belakangan  menjadi lebih lebar.

Mak Tien memang mulai memasak bekal gratis setelah diselingkuhi. Mak Tien selalu menangis sejak tahajud dimulai hingga ritual memasaknya selesai. Menakar kesalahannya dalam tiap liter air. Antara rujuk dan kutuk bergantian menghantui tiap irisan tempe. Terlalu lama menangis hingga tak bisa membedakan antara air mata perihnya masa lalu dan perihnya bawang merah. Tapi senyum anak-anak selalu menjadi lengan yang menyeka air mata Mak Tien. Sepuluh tahun terakhir, doa tahajudnya berubah dari yang mengecam masa lalu jadi menata masa depan.

Hingga hari Jum’at pagi di bulan Juli, hujan rintik menyelinap sinar matahari. Tak ada asap mengepul, tak ada bekal gratis, hanya bendera kuning berkibar. Mak Tien wafat. Anak-anaknya tak mau sekolah, bersikeras ikut mengantar jenazah Mak Tien. Lafal doa beradu cepat dengan isak dan ingus. Seluruh desa berkabung.

Mak Tien sampai akhir hayatnya mungkin tidak sadar. Dua puluh tahun Mak Tien menggenggam codet sebagai tongkat sulap, memang tak bisa mengubah sapu tangan menjadi merpati. Tapi Mak Tien berhasil menyulap perut kurus menjadi senyum riang dan dendam menjadi padam. Tak perlu berteriak pada dunia dimana bahagia. Bahagia anak-anaknya menyulap bahagianya.

Leave a comment